[bdi-kps] Mengapa Aku MAsuk Islam - Monica OemardiMonica Oemardi
--------------------------------------------------------------------------------
From: juli-indira
Subject: [bdi-kps] Mengapa Aku MAsuk Islam - Monica OemardiMonica Oemardi
Date: Mon, 18 Dec 2000 21:19:21 -0800
--------------------------------------------------------------------------------
PENGALAMAN RELIGIUS / PANJI NO. 21 TAHUN III. 8 SEPTEMBER 1999
yang cantik. Baju syuting ala “you can see” itu juga memperlihatkan tubuhnya yang
seksi. Monica Oemardi tampaknya masih Monica yang dulu: cantik, muda, dan seksi.
Sebenarnya ada yang berubah. Sejak tahun lalu ia sudah menjadi muslimah. Ke
mana-mana sekarang ia membawa mukenah. Ikuti pengalaman religiusnya, seperti
dituturkannya kepada Hamid Ahmad, Iqbal Setyarso, dan Akmal Stanzah dari Panji, di
sela-sela syuting sebuah film versi VCD untuk kelompok Warkop, di Kelapa Dua,
Depok.
Karena aku kerap singgah di tempat kosnya, atau sebaliknya. Sampai aku hafal
gerakannya. Meskipun begitu, melihat orang salat tak pernah sampai membuatku punya
perasaan lain. Semua biasa saja. Sampai kejadian di bulan Februari 1997 itu, hal
yang membuat aku sendiri merasa heran, bagaimana itu bisa terjadi.
Waktu itu aku tengah syuting film Intrik. Kebetulan saja, aku sedang rehat
bersama Vinny di tempat kos. Lantas datang temanku, Dian, singgah menumpang salat.
Melihat Dian salat, entah kenapa, tiba-tiba aku menoleh ke arah Vinny. ”Eh, Vin,
ajarin aku Islam, dong.” Habis terucap begitu, aku rada heran juga, ini suara
siapa? Kenapa sih, kok aku tiba-tiba berucap seperti itu? Soalnya nggak terpikir
sebelumnya.
Vinny lebih terheran lagi. “Ah, yang bener,” katanya. Aku meyakinkannya bahwa
aku benar-benar ingin tahu Islam. Dia lantas memberiku buku karya Quraish Shihab,
Lentera Hati. Dari sana aku mencoba memahami Islam. Sebuah buku yang enak dibaca.
Cara Pak Quraish menjelaskan Islam sungguh menarik: bahwa Islam itu sederhana,
tidak sulit.
Aku pun membeli sejumlah buku Islam, selain mendapat sejumlah bacaan lainnya
dari Vinny. Terutama buku-buku panduan beribadah: cara salat, cara berpuasa, apa
pula artinya itu semua. Aku harus mencari tahu alasan yang kuat kenapa aku masuk
Islam. Aku juga jadi rajin berdiskusi, menggali pengetahuan dasar Islam dari
Vinny, dari orangtua Vinny, dan ibu Dian.
mood-nya lagi acak-acakan. Bayangkan saja, saat itu aku tengah siap-siap
mengurusi perceraian. Mana anak yang dengan susah payah kukandung, diambil mantan
suami, dibawa ke Brunei. Beberapa bulan aku tak melihat parasnya, tak mendengar
tawa dan tangis lucunya. Aku pun sudah lama pula nggak pernah ke gereja lagi.
Karena deraan masalah itulah, mungkin, lantas sifat manusiaku muncul ke
permukaan. Aku dilanda kekecewaan, termasuk kepada Tuhan. Aku kecewa, kok semakin
rajin ke gereja, semakin ada saja cobaan. Aku sudah susah-susah hamil, begitu si
anak gede diambil orang, kok Tuhan tidak berbuat apa-apa. Dalam kondisi jiwa rada
amburadul begitu, Vinny-lah yang mendorongku agar kembali ke gereja.
Selama masa-masa kacau itu, aku menuruti nasihatnya kembali mendekat kepada
Tuhan. Kami sering bersama-sama membuka kitab suci masing-masing. Vinny membaca
Al-Quran, aku membuka Alkitab. Vinny membawa tasbih, aku memutar rosario. Kami
lantas membahas isi masing-masing kitab suci. Ah, isinya sama kok, pokok-pokoknya
juga sama. Di Alkitab ada ayat tentang ini, di Al-Quran juga ada. Cuma,
panjabarannya berbeda. Dari situ, aku mulai merasakan, Al-Quran lebih lengkap.
Misalnya tuntunan bagaimana bersikap kepada ibu. Ada larangan menghardik ibu,
kalau kita melakukan itu, terkutuklah kita.
Sebelum aku masuk Islam, buatku semua agama sama. Sebelumnya aku juga sempat
belajar mengenai Buddha dan Hindu juga, membanding-bandingkannya. Kupikir,
Al-Quran sebagai kitab terakhir, karena disampaikan Nabi terakhir, tentu
melengkapi yang lainnya, merangkum ajaran-ajaran sebelumnya. Jauh sebelum
memutuskan masuk Islam, pengertian seperti ini sudah ada di kepalaku meskipun
tidak sampai membuatku punya pikiran masuk Islam.
Sejak aku mengutarakan keinginanku mempelajari sampai aku berikrar masuk
Islam, waktunya berselang setahun. Cukup lama memang, karena urusan pindah agama
buatku soal yang serius, tidak seperti kita mau berganti pakaian. Jadi, aku mesti
menemukan jawaban paling kuat, mengapa aku masuk Islam. Karena memang ini soal
serius, aku mempelajarinya cukup lama, menimbang mencari sebab utama mengapa aku
harus masuk Islam. Pikiran seperti inilah yang mendorongku serius mengenal apa itu
Islam, meskipun baru sebatas pokok-pokoknya saja. Aku tetap sering berdialog
dengan orangtua Vinny dan Dian.
Semakin mempelajari Islam, aku makin tahu bahwa ibadah ritual Islam itu
banyak. Sekilas, terkesan berat untuk dilaksanakan, tetapi sebetulnya kalau
dijalani sih tidak. Ada yang bilang salat lima waktu berat. Ah tidak juga. Hanya
berapa menit sih kita sisihkan waktu untuk salat, sedangkan buat nonton saja kita
sanggup berjam-jam. Salat kan juga bisa dijamak dan diqashar kalau kita sedang
dalam perjalanan.
setiap melihat teman yang salat, tebersit dalam pikiranku, orang ini kok suci
banget. Kulihat kalau dia habis berwudu, wajahnya basah, ah, dia mau menghadap
Yang di Atas, pakai berwudu dulu. Membersihkan fisiknya dari segala kotoran. Bagus
juga ajaran itu. Kita saja yang mau menemui si doi, tentu mandi dulu. Kalau bisa
malah berkali-kali mandi dan memakai wangi-wangian.
Meski belum resmi masuk Islam, aku sudah mulai melakukan salat. Bacaannya
dihafal dari tulisan Latin atau mendengarkan kaset. Setiap habis salat, aku merasa
tenang, entah itu sehabis marah atau sedih. Ah, aku merasa cocok dengan ini.
Dalam hal ibadah, meskipun sudah belajar, tentu saja soal bacaan dalam salat
misalnya, aku masih banyak yang belum hafal, kecuali surat Al-Fatihah dan sedikit
surat-surat pendek seperti An-Nas dan Al-Ikhlas. Makanya, karena banyak yang belum
kuhafal, doa itu kutulis di selembar karton, ditulis gede-gede biar mudah terbaca.
Kuletakkan di depanku, di sajadah. Jadi sambil salat, aku membacanya dengan
melirik karton bertulisan bacaan salat.
Cara itu tetap kujalankan meski aku salat di masjid, misalnya di masjid
Al-Azhar, Kebayoran. Kalau ada yang melihat, kubilang, lagi belajar, mbak, sambil
senyam-senyum. Kebetulan aku bersama kawan wartawan yang sedang meliput sebuah
even. Lantas dia mengajakku, yuk salat. Aku pu masuk masjid, ya di Al-Azhar itu.
Aku ke mana-mana, sebelum hafal, ya membawa krepekan.
Setahun proses itu berjalan, sampai aku merasa, ya Allah, aku sudah cocok di
sini. Aku sendiri berusaha sedapat mungkin tak meninggalkan salat. Kalau syuting
untuk film komedi sih, masih gampang menyisihkan waktu buat salat. Yang repot
kalau sudah syuting film Misteri Gunung Lawu, aku sudah pakai konde tinggi,
memasukkan kepala ke mukena susah sekali. Paling, salat asarnya lewat. Tetapi aku
mengusahakan setiap hari, tetap salat.
muslim Jawa yang menikahi perempuan Kristen berkebangsaan Cheko. Dari rahimnya,
lahir aku dan adikku. Bagi kami kakak-beradik, Papa-Mama tak pernah menyuruh
anaknya harus memilih apa, menjadi muslim seperti Papa, atau Kristen seperti Mama.
Ini karena mereka berdua terikat perjanjian saat menikah bahwa masing-masing tidak
akan mengajak anaknya ikut agama mereka.
Karena kesepakatan itulah, baik ayah maupun ibu tak banyak mengajarkan agama
kepada kami. Aku sendiri terbawa menjadi pemeluk Kristen seperti ibu. Adikkau
juga. Ibu masih terlihat punya gairah menyambut Natal, atau ke gereja. Soal
keislaman ayah, aku hanya melihatnya sejak aku kecil, ayah berpuasa di bulan
Ramadan. Tetapi tidak melihatnya melakukan salat lima waktu.
Aku dulu suka ikut berpuasa. Dasarnya sih waktu itu kasihan ayah, dia bangun
malam, sahur sendirian, buka sendirian. Aku suka menemani, meskipun waktu itu
tanpa niatan seperti seorang Islam yang puasa. Jadi soal puasa, buatku bukan soal
yang sulit.
Pas sudah mempelajari Islam, kebetulan saat itu masuk bulan puasa, aku
berpuasa beneran. Sekalian pakai niat seperti seorang muslim berpuasa. Di rumah,
aku berbuka puasa sendiri saja, makan sahurnya pun sendiri karena ayah sudah tidak
berpuasa dalam tiga tahun terakhir ini. Entah kenapa. Selama belajar Islam itu aku
kos, sejak Februari 1997. Bulan Oktober aku balik ke rumah orangtuaku. Sejauh itu,
selama proses belajar Islam itu, orangtuaku belum tahu.
kebetulan sekali aku dan Vinny sama-sama bokek. So? Kami berencana masak-masak
sendiri. Lantas kami meluncur ke kawasan Kuningan, belanja. Kami bersua seorang
wartawan media hiburan. Dia tahu aku sedang mempelajari dan bersiap masuk Islam.
Dia memberi tahu, malam nanti ada acara buka puasa di rumah Pak Rahmat Gobel. “Dan
yang ceramah, Pak Quraish Shihab lho.” Dia tahu aku ngefans sama Quraish Shihab.
Aku ditanya, mau datang apa nggak? Sontak aku bilang, “Mau, mau dong.”
Jadilah malam itu aku dan Vinny ikut acara buka puasa. Kawan saya yang
wartawan tadi rupanya juga sudah memberi tahu Pak Quraish bahwa ada temannya mau
datang dan sedang bersiap untuk masuk Islam. Ketika aku dipertemukan, beliau tidak
pakai basa-basi. ”Saya dengar Anda mau masuk Islam, kapan?” tanyanya.
“Nanti, tanggal 8 Januari,” jawabku. Alasanku, itu hari Jumat dan masih bulan
Ramadan, kata orang-orang, bagus.
“Kalau sudah punya niat dan sudah yakin, kenapa pakai nunggu lama-lama.
Segerakan saja.”
“Apa Bapak bersedia mengislamkan saya?’
“Oh, iya. Saya bersedia.”
Malam itu juga aku diislamkannya. Aku sendiri sudah lama tahu, yang namanya
bacaan dua kalimat syahadat itu apa. Jadi, saat mengucapkannya semua berjalan
lancar. Tetapi perasaanku sulit dilukiskan. Ada butiran bening, hangat, keluar
dari kedua mataku. Pipiku agak basah. Ada perasaan lain tatkala aku bersyahadat
itu. Apalagi, hal itu disaksikan banyak orang. Aku sadar betul, ini pilihan yang
serius yang mengubah hidupku. Alhamdulillah, semua berjalan lancar sampai hari
ini.
Islam, kebetulan kan menjelang Christmas, hari Natal. Ibu sedang sibuk banget
dalam keceriaan menyambut malam Natal. Vinny sempat bertanya, “Lu udah ngomong ama
nyokap lu? (Kamu sudah bicara dengan ibu kamu?)” Aduh, gimana ngomongnya? Mama
sendiri, ketemu aku, paling mengingatkan, eh ayo, besok kamu beli kado ini, buat
Natal. Saat itulah muncul sedikit guilty feeling. Aku yakin kalau ibu tahu yang
sebenarnya, ia akan kecewa. Aku sendiri tak menemukan satu cara pun buat
menyampaikan keputusanku.
Sampai pada suatu hari datang juga jalan keluarnya. Jalan itu di luar
perencanaanku. Aku ditelepon sebuah tabloid, rupanya dia dapat bocoran aku tengah
mempelajari dan mau masuk Islam. Mereka mau menjadi yang pertama memberitakan ini.
Aku diminta untuk sebuah pemotretan gambar sampul tabloid itu, berbusana muslimah
lengkap dengan kerudung segala. Begitu tabloid itu keluar sebelum Natal, ibu
marah-marah. Aku diacuhkan berhari-hari. Tapi lama-lama, biasa saja.
Kepindahanku ke Islam, dalam keluarga akhirnya tak menjadi soal. Kami amat
demokratis termasuk urusan memilih keyakinan. Mau main film saja, aku tak dilarang
karena orangtua percaya anaknya memilih sesuatu yang benar-benar bisa
dipertanggungjawabkan. Seburuk-buruknya akibat pilihan kita, kitalah yang bakal
menanggungnya, kan?
Aku sedang belanja ke Kemchik Kemang (Jakarta Selatan). Baru saja aku memarkir
mobil dan mau turun, serasa ada sekelebatan bayangan anakku. Alam sadarku bilang
itu memang cuma bayangan. Tetapi feeling-ku bicara, ah, anakku lagi di Jakarta.
Kebetulan saat itu rumah mantan suamiku di dekat Kemchik. Aku telepon rumah
(mantan) mertua. Kutanya, apakah anakku ada di sana. Alhamdulillah, benar, anakku
ada. Hari itu juga kutemui dia. Usianya kini sudah 3,5 tahun.
Aku anggap pertemuan itu berkah Lebaran, hadiah dari Tuhan. Sebab, sejak
bercerai sampai aku gandrung belajar Islam, sudah sepuluh bulan aku tak bersua
dengan anakku. Aku hanyut dalam salat. Saat salat aku selalu berdoa, Tuhan, aku
ingin bertemu anakku. Aku merindukannya. Beberapa kali hal itu kupinta kepada-Nya.
Akhirnya, Tuhan mengabulkan permintaanku itu.
Benar, lho, salat memberiku perasaan tenang. Terutama salat malam. Kejadian
pada hari kedua Lebaran itu membuatku berkesimpulan, kalau kita minta apa saja,
langsung kepada Yang di Atas. Insya Allah dikabulkan. Seperti ketika Ia
mengabulkan keinginanku bersua dengan anakku.
Kolonel (Purn.) Oemardi, mantan atase militer di Cheko dengan Vera, perempuan
berkebangsaan Cheko, mengawali karier di film sejak 1990, setelah terpilih sebagai
gadis sampul majalah gadis, 1988. Film pertamanya, Pendekar Cabe Rawit. Sampai
sekarang, perempuan yang lahir di Jakarta 16 Juni 1974 ini, telah main di tiga
sinema layar lebar dan delapan sinetron (antara lain Delima, Intrik, Tahta).
Sekarang, tengah terlibat dalam proses produksi film drama komedi versi VCD
bersama kelompok Warkop.
Ibu Joshua Winahyo Prabowo, seorang bocah berusia 3,5 tahun, ini siap menikah
12 Oktober 1999 mendatang dengan Tubagus Lannd S. Piyana, seorang aktor laga
berdarah Banten, Betawi, Kalimantan Barat, di Jakarta. Monica, menyelesaikan
pendidikan SD sampai SLTA-nya di Jakarta. Sempat menekuni Manajemen Angkutan Udara
di Universitas Trisakti, Jakarta, tetapi hanya sampai semester tujuh, berhenti
karena keburu menikah.
Bicara soal aksinya di dunia sinema, sang pacar berkomentar, Monik, begitu ia
akrab dipanggil, tak cocok main di sinema laga lantaran kulitnya yang putih mudah
membiru kalau kena benturan. Meski begitu, Monik punya hobi berkuda. Semasa
kanak-kanak pernah merawat sendiri kuda pacunya.
_________________________________________________________
Participate in the first Arabic/English on-line auction site.
http://www.mazadmaktoob.com
eGroups eLerts
It's Easy. It's Fun. Best of All, it's Free!
http://click.egroups.com/1/9698/0/_/241484/_/977203881/
---------------------------------------------------------------------_->
=========================================
Alamat Mailing List BDI-KPS Groups: bdi-kps@egroups.com
Kirim Pesan ke Milis: bdi-kps@eGroups.com
Menjadi Anggota Milis : bdi-kps-subscribe@eGroups.com
Keluar dari Milis: bdi-kps-unsubscribe@eGroups.com
Arsip Milis: http://www.egroups.com/list/bdi-kps
==========================================
" Sesungguhnya Muslim itu Bersaudara "
==========================================
--------------------------------------------------------------------------------
Reply via email to
ALLAH, MANUSIA DAN ..
Alhamdulillah , firstly marilah bersama-sama kita mengucapkan kesyukuran kehadrat Allah subhanahu wataala kerana kurniaan nikmatNya yang tidak terhingga kepada kita , alhamdulillah. Sebelum Ahmad memulakan point penting yang Ahmad nak cakapkan pada ruangan ini Ahmad ingin membawakan satu fakta sains yang baru aje Ahmad baca sebentar tadi.Dia kata; Mass of Universe :1 X 1052 Mass of Sun :2X10 30 Mass of Earth :6X10 24 Mass of Moon :7X10 22 Mass of Human :70 Ahmad bukannya nak buat lecture Physics pulak hari nie tapi yang Ahmad nak korang semua fikirkan ialah cubalah ‘compare’kan jisim kita dengan jisim ciptaan Allah yang lain…… cuba tengok kat atas tu balik…… Makhluk Allah yang lain tuh, MasyaAllah punyelah besarnya, pening tengok berpuluh-puluh dia punye sifar kalau nak di bandingkan dengan mass of human…… Allah….Allah maha hebat. Dan yang nak Ahmad bawakan ialah dalam banyak-banyak makhluk Allah yang dahsyat-dahsyat tuh manusialah yang paling Allah muliakan…….Allah……Allah maha hebat. Kalau tak caye cubalah sahabat-sahabat sekalian rujuk ayat Allah dalam surah Israk ayat 70; surah At Taghaabun, ayat 3; surah At Tiin ayat 4-6.Wa caya sama lu….. Semuanye ceritakan pasal manusia yang dilebihkan tarafnya daripada makhluk lain dengan rupa yang elok dan menarik; memiliki bentuk tubuh yang sebaik- baiknye dan… Haaa kalau nak tau lagi tengoklah sendiri dalam ayat-ayat di atas. Aik ? Macam lecturer bagi assignment pulak. Jadi, sahabat-sahabat yang dirahmati Allah sekalian, sepatutnyalah kita mengucapkan syukur kehadrat Allah yang telah memberikan segala-galanya kepada kita. Cubalah renungkan nikmat Allah kepada kita sejak kita lahir sampai sekarang nie… Berapa banyak dah Allah tolong kita? Berapa banyak dah nikmat yang kita dapat? Satu sen pun Allah tak pernah mintak kat kita……yang Allah mintak kat kita tak lebih dari beriman kepadanya,ikut kata nabi dan tinggalkan ape yang nabi larang……Itupun payah kita nak ikut.Janganlah kita nie ingat kita dah terer dah….Hei sahabat-sahabat aku sekalian, Allah lagi terer. Okaylah, sahabat-sahabat yang dihormati rohiimakumulloh,berbalik kita pada yang asal tadi,, kalau kita lihatlah kejadian bumi kita ini, ada ahli sains yang berpendapat bahawa bumi yang kita duduk ini terjadi dengan ‘sendirinya’ melalui proses Big Bang kononnya. Ahmad dengan sekeras-kerasnya menolak pendapat ini sebab dia seolah-olah menafikan peranan Allah subhanahu wataala dalam hal ini. Kalaulah benar ini berlaku mungkinkah planet-planet yang lahir melalui proses ini tersusun dengan sendirinya, kemudian mereka bergerak di atas paksi masing-masing dengan lancarnya, kemudian dengan sendirinya mereka tidak berlanggar sesama sendiri dan bermacam-macam lagi………Allahuakbar. Mungkinkah ini semua berlaku tanpa ada yang mengaturnya? Allahuakbar. Tidak lain dan tidak bukan semuanya datang dari kehebatan , kekuasaan dan kekuatan Allah yang maha Esa. Jadi mengapakah kita masih lagi merasa malu untuk tunduk dan mengikuti perintah dan arahan Allah yang Maha………………………segala-galanya ini. So, Ahmad menyeru kepada sahabat-sahabat yang dihormati rohiimakumulloh, marilah kita bersama-sama merenung sejenak akan kehebatan Allah sebagaimana sabda nabi yang katanya, ‘Berfikirlah kamu akan makhluk yang Allah jadikan ini tapi janganlah kamu berfikir akan zat Allah’. Kerana berfikir tentang makhluk Allah ini akan dapat meningkatkan iman kita kepada-Nya secara tidak langsung . Kalau tak caye try lah. Wa caye same lu…….May Allah Bless you all. Sebenarnye banyak lagi firman Allah
yang cerita pasal kejadian makhluknya yang menjadi tanda kebesaran Allah itu sendiri. Cubalah sahabat-sahabat sekalian tengok ayat suroh Al Mulk, ayat 3 dan 4 yang menceritakan pasal penciptaan langit yang seimbang, yang kata orang tidak mungkin sesuatu yang besar itu dapat berdiri teguh dengan sendirinya tanpa ape-ape sokongan, tiang pun takde, dinding pun takde tapi langit masih boleh berdiri dengan kekuasaan Allah Taala. Kalau nak cerita lagi pasal kebesaran Allah Taala nie memang tak cukup lah ruangan ini, tapi cukuplah sekadar yang ade ni menjadi panduan kita dan ambiklah mana-mana yang baik dari artikel ini dan akhir kata, Wallahua’lam. Wassalamualaikum warahmtullah.
-AHMAD-
"Pahit jangan terus di buang, manis jangan terus di telan"
--------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------